Minggu, 24 Februari 2013

Nasionalisme dalam Bingkai Novel Populer (bagian 1)


1. Pendahuluan

Novel yang berkaitan dengan kehidupan remaja sering digolongkan sebagai novel populer. Ini mungkin disebabkan bahwa kebanyakan novel-novel yang dikategorikan sebagai novel populer bertema remaja. Istilah novel populer sendiri muncul pada tahun 1970-an. Pada masa sebelumnya, novel populer lebih dikenal dengan nama roman picisan. Menurut Sumarjo (1982: 18), istilah novel populer merupakan lanjutan  dari roman picisan yang sudah lebih dulu hadir sebelumnya. Pemberian istilah roman picisan itu sendiri berasal dari wartawan bernama Parada Harahap pada tahun 1939 ketika terjadi polemik tajam dengan pengarang roman Matu Mona.

Nurgiyantoro (1997: 17) mengatakan bahwa sebutan novel populer tersebut mulai merebak seiring suksesnya novel Karmila karya Marga T. dan Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar. Sebutan novel populer terhadap novel-novel yang diasosiasikan sebagai hiburan melahirkan kategori novel populer dan novel serius.

Sampai saat ini novel sering diklasifikasi menjadi dua kategori, yaitu novel serius dan novel populer. Novel serius adalah penamaan pada novel yang dianggap memiliki kualitas sastra yang baik atau novel serius. Sementara itu, novel populer dilekatkan pada novel yang berpretensi sebagai bacaan hiburan semata. 

Klasifikasi ini, menurut Waluyo (1994: 40), mulai mencuat pada tahun 1980-an. Menurut Waluyo, pada masa itu, penerbitan novel sangat banyak. Hal itu membuat para ahli sastra mencoba mengklasifikasikan novel-novel tersebut ke dalam dua jenis, yaitu novel serius dan novel populer. Mengenai klasifikasi itu, Waluyo memberi penjelasan seperti ini.

Novel serius adalah novel yang dipandang bernilai sastra (tinggi) sedangkan novel pop adalah novel yang nilai sastranya diragukan (rendah) karena tidak ada unsur kreativitas. Yang digarap maupun teknik penggarapannya mengulang-ulang problem dan teknik yang sudah ada (1994: 40).
               
Sementara itu, klasifikasi yang dibuat oleh Waluyo di atas sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Jakob Sumarjo. Menurut Sumarjo, perbedaan antara novel populer dan novel serius lebih dikaitkan pada kreativitas atau kebaruan karya. Novel populer cenderung mengikuti kenginan masyarakat pembaca. Apa yang sedang digemari pembaca, jenis karya seperti itulah yang akan diproduksi. Karena memiliki kecenderungan seperti di atas, pembaruan jarang terjadi pada novel populer. Justru yang sering terjadi bentuk-bentuk peniruan pada karya yang sudah ada sebelumya (epigon). Hal ini berbeda dengan novel serius yang lebih berpretensi untuk menciptakan sebuah karya yang baru dan unik.

Novel populer disebut demikian karena karya itu baik tema, cara penyajian, teknik, bahasa maupun gaya meniru pola yang sedang digemari masyarakat pembacanya. Hal ini agak bertentangan dengan karya-karya novel sastra yang lebih menitikberatkan pada keunikan karya, kebaruan, dan kedalam (1982: 18).  

Meskipun membuat klasifikasi novel populer dan novel serius, Sumarjo memandang bahwa kedua jenis novel di atas memiliki kedudukannya sendiri sehingga tidak perlu diperbandingkan satu dengan yang lain.

Novel pop sekarang ini telah menduduki tempatnya yang benar dalam struktur budaya kota. Orang tak perlu merasa terhina hanya (karena) ia digolongkan pada deretan penulis pop(uler). Apa yang dikategorikan sastra maupun pop(uler) mempunyai kedudukan sendiri dan jasanya sendiri pula (Sumarjo, 1982: 32)

Kajian ini berangkat dari besarnya peranan sosiologis novel-novel populer dalam merepresentasikan gejala sosiologis yang ada di masyarakat. Selain sebagai representasi realitas pada masa itu, novel – terutama tokoh pada novel tersebut – juga dapat memproduksi makna realitas. Hal itu ditemukan terutama pada novel-novel populer yang memiliki tingkat keterserapan yang tinggi pada masyarakat pembaca.

Penelitian ini ditujukan untuk melihat sejauh mana nasionalisme direpresentasikan dalam novel populer. Apakah nasionalisme hadir dalam novel-novel novel tersebut. Apabila iya, seperti apakah nasionalisme dihadirkan. Lalu, bagaimana nasionalisme direpresentasikan tokoh remaja dalam novel-novel populer tersebut.


oleh: Muhamad Adji
tulisan ini pernah dipresentasikan pada Konferensi Internasional Kesusastraan Indonesia XX HISKI di UPI Bandung, 5-7 Agusutus 2009 dan sudah mengalami beberapa perubahan.

2 komentar:

  1. rujukannya dilengkapi dong mas.. biar gampang nyariin bukunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih apresiasinya. Untuk rujukan bisa dilihat di bag.4 karena tulisan di atas adalah bagian pertama dari 4 bagian tulisan.

      Hapus