oleh Muhamad Adji
Apa itu sastra? Banyak yang mengatakan bahwa
sastra adalah seni keindahan yang menggunakan medium bahasa. Seperti lukisan
yang menggunakan medium cat lukis. Tapi ternyata sastra tak hanya sekadar
keindahan, tapi juga menyimpan makna atau pesan moral. Horatius mengatakan
bahwa sastra itu bersifat utile dan dulce, yang artinya bermanfaat dan indah.
Di dalam pendidikan kita, ilmu sastra menyatu
dengan ilmu bahasa. Ilmu sastra adalah ilmu keindahan yang menggunakan medium
bahasa. Sedangkan ilmu bahasa adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa itu
sendiri, sejarah dan perkembangannya
saat ini (linguistik).
Kategori sastra
Sastra biasanya dikategorikan dalam beberapa jenis
atau genre
- puisi : bagian ilmu sastra yang berusaha mendeskripsikan pengalaman keindahan dengan cara memadatkan kata-kata.
- prosa : bagian ilmu sastra yang berusaha mendeskripsikan pengalaman keindahan dengan cara menguraikan lewat kata-kata. Contohnya : cerpen dan novel.
- drama : bagian ilmu sastra yang ditandai dengan bentuk dialog dan akan sempurna jika dipentaskan.
Pada perkembangannya, genre ini pun berkembang
pesat pula ke dalam berbagai varian. Itu terlihat dalam perkembangan sastra
sekarang yang didukung oleh perkembangan oleh teknologi dan industri. Skenario
film tentunya tidak bisa dilepaskan dari drama. Artinya kita tidak hanya
membayangkan dialog dan interaksi para tokoh, tetapi juga kita harus
membayangkan situasi dan lokasi yang dapat diwujudkan dalam bentuk pementasan.
Bagaimana belajar sastra?
Kita mengenal dua macam
kecerdasan, yang sekarang ini dikembangkan lagi ke dalam tiga macam kecerdasan,
yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
Istilah yang lain adalah otak kanan dan otak kiri. Otak kiri biasanya
berhubungan dengan angka-angka dan logika, sementara otak kanan berhubungan
dengan kreativitas.
Begitu juga dalam hubugannya dengan cara kita
belajar. Dibutuhkan kecerdasan emosional yang membuat kita lebih siap dalam
memasuki dunia yang baru yang tentunya akan sangat berbeda dengan kehidupan
kita sebelumnya. Misalnya, cara belajar yang lebih ditekankan pada self learning, waktu yang lebih
fleksibel, tapi beban tugas yang lebih banyak. Ini tentunya berbeda dengan cara
belajar pada masa sekolah sebelumnya. Nah, di sinilah dibutuhkan kreativitas
kita, kemandirian kita, dan kemampuan kita berinteraksi dengan lingkungan kita
yang baru. Ibaratnya, tiba-tiba kita ini disesatkan atau tersesat ke dalam
sebuah lingkungan yang baru. Siapa yang bisa membantu kita? Dosen Cuma punya
waktu bertemu seminggu sekali. Selebihnya? Di sinilah dibutuhkan kecerdasan
kita. Banyak bergaul dan aktif.
Apa peluang sastra
dalam dunia kehidupan?
Setiap dunia yang
menggunakan kata-kata, itu adalah peluang dunia sastra. Jika itu dihubungkan
dengan dunia kerja. Berpijak dari pengalaman saya, ilmu sastra banyak membantu
saya dalam bekerja. Ketika saya bekerja di media massa, kemampuan saya dalam
menguntai kata-kata menjadi nilai plus yang tidak dimiliki mahasiswa
jurnalistik, misalnya, meskipun mereka memiliki kemampuan lain, yaitu cara-cara
dalam mengejar narasumber. begitu juga ketika dalam dunia iklan, yang
membutuhkan kreativitas berbahasa (tentunya kreativitas ini didahului oleh
pemahaman berbahasa yang baik). Dalam dunia film, apalagi. Begitu banyak
kebutuhan akan skenario film yang berkualitas yang sebenarnya mengundang kita
untuk masuk. Belum lagi film-film televisi. Industri buku juga tidak
ketinggalan membutuhkan kita, baik sebagai penulis maupun sebagai editor. Jadi,
kalau ditanya di mana peluang kita ke depan, jawabannya banyak sekali. Yang
dibutuhkan adalah kreativitas kita sejak awal. Kalau kita dapat mengembangakan
diri kita sejak awal, maka kita dapat memasuki kehidupan selanjutnya dengan
perangkat “perang” yang lebih komplet. Bagaimana caranya? Masuki kehidupan
kampus dengan segala yang dimilikinya. Baik itu dunia akademis maupun dunia
kemahasiswaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar